Film lokal sulawesi selatan di tahun ini sedang naik daun
dan mengalami peninggakatan yang cukup signifikan di awali dengan dengan
munculnya berbagai judul film lokal seperti badik titipan ayah, CINTA (cindolo
natape) BOMBE’ 1 dan 2 dan film-film lokal lainnya, ini merupakan bukti mulai
meningkatnya kreatrifitas generasi muda Sulawesi selatan dalam merespon zaman yang
terus berkembang termasuk dalam dunia perfilman, pada pertengahan bulan ini lagi-lagi
generasi muda Sulawesi Selatan suskses memperersembahkan film yang bernuansa
lokal dan penuh kontoversional, film
tersebut memberi sedikit gambaran
tentang isu budaya yang kerap kali menjadi buah bibir dan hal kontrovesi pada
masyarakat Sulawesi Selatan yakni persoalan uang
panai’, uniknya film tersebut juga menggunakan accent (logat ) khas
masyarakat Bugis Makassar besrta dengan istilah-istilah lokal lainnya, film Uang Panai’ yang serentak ditayangkan
secara Nasional tangga 25 Agustus 2016
di 21 Kabupaten/kota seluruh Indonesia,. Film tersebut juga melakonkan
sebuah aksi haru oleh para pemerannya, ketika menonton film tersebut kita akan
merasa penuh haru melihat perjuangan Anca (pemeran utama laki-laki) dalam mengumpulkan uang panai’ yang ia lalu penuh dinamika
dan pengorbanan panjang demi memenuhi keinginannya untuk melamar gadis pujaanya
Risna (pemeran utama wanita) tetapi niatnya untuk melamar Risna terkendala oleh
orang tua Risna yang memberikan nominal sangat tinggi untuk unag panai’ Risna yang harus Farhan
penuhi, film tersebut juga melakakonkan aksi lucu yang banyak memantik tawa untuk syapa saja
yang menontonnya, sebab di di perankan oleh aktor-aktor kocak seperti sosok
Tumming dan Abu yang sebelumnya telah populer dan menjadi seleberiti lokal
dengan aksi kocaknya di media social dan
sebab kita juga di suguhi dengan logat Makassar yang sangat unik ketika di
tuturkan dalam seluruh dialog dalam film
tersebut.
Setelah menonton film tersebut ada beberapa kesimpulan yang
dapat kita petik dari cerita film itu seperti bahwa suatu budaya perlu adanya
konteks tualisasi terhadap perkembangan zaman dan juga pengkajian secara
mendalam terhadap suatu budaya tersebut, sebab suatu budaya hadir beserta
dengan sakralitas, nilai dan moral yang melampaui ranah materil yang ada,
termasuk dalam budaya bugis Makassar yakni uang
panai’, ketika kita telisik dari sejarah masyarakat Sulawesi Selatan
berkaitan dengan uang panai’
berdasarkan sumber lisan lisan masyarakat menyebutkan bahwa uang panai’ dulunya adalah sebuah bentuk
penghormatan kepada seorang wanita yang segera akan dinikahi, itulah bentuk
perlindungan emansipasi kepada seorang wanita bugis Makassar yang dimaknai
memiliki kemulyaan khusus pada
lingkungan masyarakat Bugis Makassar pada
saat itu,dan juga sebagai bukti kesucian agung sebuah pernikahan, mernurut
ajaran Islam sendiri yang banyak di anut oleh masyarakat Bugis Makassar bahwa
salah satu hal yang paling utama dalam proses pernikahan ialah Mahar bukan uang panai’ sehingga yang menjadi salah
satu prasyarat sahnya sebuah pernikahan
adalah Mahar bukan uang panai’, mahar
sendiri tidak perna jelas nominalnya dan bisa dalam bentuk apa saja, baik emas,
uang, dll, tergantung kesanggupan sang calon mempelai laki-laki, uang
panai’ adalah konstruk budaya masyarakat bugis Makassar yang hadir sebelum
agama Islam dianut oleh mayoritas masyarakat Bugis Makassar, dan menjadi
tradisi dari generasi ke genarasi sehingga budaya tersebut kehilangan subtansi dan terjadinya pergeseran makna luhurnya sebab budaya
tersebut kadang kala telah menjadi tren dan label terhadap meningkatnya kelas
social dan seakan-akan menyebar kepada seluruh tingkatan masayarakat di
beberapa daerah di selawasi selatan, budaya tersebut seharusnya di pandang
bukan sebuah kewajiban jika terdapat sebuah
kondisi yang tidak memungkingkan untuk di penuhi dan baiknya budaya uang panai ‘di beberapa budaya di
Sulawesi Selatan dilakukan dengan tanpa
menyebut nominal telalu tinggi yang harus sanggupi.
Film uang panai’
juga memberikan gambaran tegunya prinsip hidup masyarakat bugis Makassar dalam
memegang teguh ucapannya dan rasa tanggung jawab dalam terhadap setiap tindakan
yang dilakukannya serta tingginya posisi harga diri dalam masyarakat, seperti pada semboyan siri’ na’ pacce (harga diri) yang umumnya menjadi nilai universal
masyarakat sulawesi selatan yang memegang teguh adat, kemulyaan, dan nama baik
dalam masyarakat, Taro Ada Taro Gau
yang artinya” seia antara ucapan dan perbuatan”, Konsistensi terhadap perbuatan dengan apa yang telah dikatakan, Kualleangi Tallanga Natowalia yang
artinya “Sekali Layar Terkembang Pantang Biduk Surut Ke Pantai” Namun arti
sebenarnya kata “Kualleangi Tallanga Natowalia” adalah “Lebih Kupilih
Tenggelam”, semboyan tersebut memiliki makna kekuatan semangat untuk tetap
berjuang terhadap tujuan atau keinginan walau nyawa yang akan menjadi
taruhannya. Bebarapa semboyan tersebut seharusnya menjadi etika, nilai dan prinsip hidup dalam kehidupan social
kultural, social politik dan ekonomi masyarak sulawesi selatan dan Bugis
Makassar khususnya.
saya ibu irma seorang TKI DI SINGAPURA
BalasHapuspengen pulang ke indo tapi gak ada ongkos
sempat saya putus asah apalagi dengan keadaan susah
gaji suami itupun buat makan sedangkan hutang banyak
kebetulan saya buka-bukan internet mendapatkan
nomor MBAH SERO katanya bisa bantu orang melunasi hutang
melalui jalan TOGEL dengan keadaan susah terpaksa saya
hubungi dan minta angka bocoran SINGAPURA
angka yang kemarin di berikan 4D yaitu 6377 TGL 01-09-2016
ternyata betul-betul tembus 100% alhamdulillah dapat Rp.250.juta
bagi saudarah-saudara di indo mau di luar negeri
apabila punya masalah hutang sudah lama belum lunas
jangan putus asah beliau bisa membantu meringankan masalah
ini nomor hp -> (-082-370-357-999-) MBAH SERO
demikian kisah nyata dari saya tampah rekayasa
atau silahkan buktikan sendiri..