Dulu,
terdengar dari mereka, yang pulang dari negeri seberang, bercerita
tentang sebuah daerah nan elok dengan pendidikan dan perjuangan. Maka,
atas landasan semangat itu, mereka merantau ke negeri seberang...
Setiap
pergerakan pasti akan menghasilkan perubahan bagaimanapun jenis
perubahannya. Itulah yang menjadi inti pembahasan tulisan saya kali
ini. Dan tulisan ini khusus membahas Pare (Kampung Inggris Kediri) dan
peristiwa apa saja yang terjadi di sana.
Aku
teringat ketika mendengar mereka berdiskusi tentang perjuangan di
kampung bahasa, Pare, Kediri, Jawa Timur, yang membuat telinga ini
memanas. Bukan karena ketidaksukaan tetapi karena adanya keinginan turut
andil dalam perjuangan mereka. Sangat tidak enak hanya jadi pendengar
setia cerita history perjuangan mereka.
Dari
cerita mereka, terbersit niat dalam diri saya untuk memulai perjuangan
itu juga. Kata mereka, Pare adalah kursusan raksasa, tempat mencetak
para revolusioner yang terlepas dari perbudakan karakter dan pemikiran,
yang terjadi di berbagai institusi pendidikan di negara kita.
Pare
adalah surga di bawah langit Tuhan. Siapapun berhak mendapat pendidikan
di Pare. Lingkungan yang alami, jauh dari hiruk pikuk perkotaan, jauh
dari lingkungan para pemilik kepentingan, dan para berhala-berhala
kota besar, biaya kursusan murah, biaya hidup juga terjangkau.
Pare
merupakan tempat yang efektif untuk belajar tentang apapun, khususnya
dalam bidang bahasa Inggris. Gambaran Pare yang saya jelasakan di atas,
merupakan gambaran Pare tempo doeloe.
Setelah
pertama kali kaki ini berpijak di sini, maka tekat dan niat semakin
kuat untuk memanfaatkan semua waktu dengan semaksimal mungkin melakukan
apapun. Seiring berjalannya waktu, kuteringat kembali kata mereka yang
dahulu yang pernah berpijak di tempat ini. Perbedaan itu pun nampak dari
perkataan mereka dan realitas yang terasa saat ini, di mana Pare saat
ini telah disusupi orang-orang yang tak sadar dengan perbuatan mereka.
Mereka mempengaruhi para pencari ilmu dengan aura negatif, dan mengajak
orang lain ke tempat-tempat hiburan, di tambah lagi dengan berdirinya
kos-kosan yang menambah aura negatif, dengan tanda kutip.
Memang,
kata "pencegahan" tidak bisa terucapkan ketika masih ada kata bergerak,
tetapi kata "melawan" mustahil tidak terucapkan ketika para penindas
masih eksis dengan berhala terbesarnya, kapitalisme. Kita tak tahu juga
apa yang menjadi kunci idealnya, tetapi kata "perjuangan" yang telah
tersimpan dalam alam bawah sadar mengatakan, harus tetap diperjuangkan
demi generasi pelanjut sampai adanya tongkat estapet yang dapat menjaga
tempat ini dan menciptakan aura-aura positif untuk melawan para berhala
yang menguasai sistem dunia saat ini.
Kata "hedonisme" dan "kapitalisme" yang menjadi title tulisan
saya ini mungkin terlalu mendramatisir situasi Pare saat ini. Tulisan
ini sebenarnya hanya sebagai perantara teriakan-terikan mereka, yang
merindukan Pare seperti dahulu, yang pernah mereka rasakan. Ketika itu,
mereka tidak pernah terpengaruh gaya hedon. Yang mereka tahu hanya
belajar. Karena mereka, waktu itu, betul-betul merasakan lingkungan yang
lebih mementingkan kualitas dari pada kuantitas dan fasilitas.
Saat ini Pare yang dikenal sebagai tempat belajar telah berubah menjadi tempat refreshing dan
bersenang-senang. Bertatap muka seperti romansa tersendiri dalam
lingkungan belajar, maka alangkah baiknya bila terbentuk persahabatan
yang sehat. Pare terbentuk tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Pare lahir--sebagai tempat kursus terbesar saat ini--dari usaha dan
perjuangan yang keras dari para perintis. Lalu, apakah perjuangan yang
memakan waktu dan tenaga itu hancur hanya karena kepentingan segelintir
orang yang ingin meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya? Apalagi,
ditambah dengan vakumnya lembaga-lembaga diskusi ilmiah yang turut andil
mengawal Pare. Memang tidak mudah menjaga perkumpulan tetap solid dalam
satu jalur ketika tidak ada sistem ideal yang dapat menopangnya. Juga
karena dinamika-dinamika yang tercipta oleh pemikiran manusia yang
beda-beda.
Esensi
perbedaan sebenarnya bukan sebagai pembatas atau pun pemisah, tetapi
sebagai pemersatu. Bahwa ketika perbedaan disatukan dalam satu ruang,
akan menciptakan suatu harmoni atau keseimbangan. Dan sebenarnya, itulah
tujuan utama kita menciptakan sebuah perkumpuan yang biasa kita kenal
dengan sebutan Organisasi.
Suatu
tindakan luar biasa ketika Pare disulap menjadi tempat belajar,
berkarya, dan berjuang, bahkan bukan hanya dalam bidang bahasa inggris,
Pare juga dapat dimanfaatkan sebagai wadah bertukar pikiran tentang
segala hal, mengumpulkan ide-ide dari Sabang sampai Merauke. Untuk
mempersatukan pemikiran dan harapan kita tentang gambaran Indonesia di
masa depan, tentunya harus jauh dari oknum yang lebih mengutamakan
kepentingan golongan. Karena, Pare bukan hanya untuk segelintir
golongan, akan tetapi Pare adalah tempat belajar untuk semua golongan,
tanpa terkecuali.
Itulah harapan besar yang sedang dilanda masalah besar. Hal ini menjadi pekerjaan rumah kita, yang masih peduli dengan tempat ini, tempat kita belajar, berkarya, dan berjuang, Pare.
Muhammad Qadri.
Pare, Kediri, 11 Januari 2014